Inilah tempat pertama yang saya kunjungi bersama 160 orang lebih teman-teman dari Sahabat Museum pada hari minggu kemarin.
Istana Kaibon lokasinya tidak terlalu jauh dari jalan keluar dari tol Serang Timur, ( sepanjang jalan tol saya tidur dan terbangun sudah tiba di depan Istana Kaibon, jadi gak terasa jauh :-). Tepatnya di desa Kroya
Saya ceritakan sedikit kisah singkat tentang Istana Kaibon ini diambil dari berbagai sumber dan tambahan informasi dari Pemandu wisata pihak museum Banten maupun dari nara sumber Sahabat Museum Pak Lilik.
Begini ceritanya,
Pada jaman dahulu kala sekitar 4-5 abad lalu istana ini didirikan ( tidak ada yg tahu pasti). Kaiobon mengandung makna Keibuan karena itu istana ini dibangun untuk Ibunda Sultan Syarifudin ( Sultan ke 21 Banten) yang bernama Ratu Aisyah. Waktu itu usia Sultan Syarifudin masih sangat muda (5 thn ), jadi masih sangat muda untuk memegang tampuk pemerintahan, karena itu Ibunda Ratu mengambil alih tugas puteranya sampai ia beranjak dewasa.
Istana Kaibon dihancurkan oleh Belanda pada tahun 1832, bersamaan dengan istana Surosowan. Ketika itu Du Puy, utusan Gubernur Jenderal Daendels meminta kepada Sultan Syarifudin untuk meneruskan pembangunan jalan raya Anyer – Panarukan dan pelabuhan armada pasukan Belanda di Labuhan.Namun, Syafiuddin dengan tegas menolak. Dia bahkan memancung kepala Du Puy dan menyerahkannya kembali kepada Daen Dels yang kemudian marah besar dan menghancurkan Keraton Kaibon.
Ceritanya cukup singkat saja, namun sepanjang perjalanan ke dalam istana, pemandu terus menceritakan apa saja isi istana ini.
Secara bentuk fisik, tampak bahwa istana Kaibon mempunyai bentuk yang lebih indah dari Surosowan. Mungkin karena istana ini diperuntukkan untuk perempuan, makanya dibuat lebih cantik. Ketika memasuki halaman istana, langsung terlihat dua pohon beringin besar yang merupakan lambang pengayoman terhadap rakyat yang sedang dipimpin. Gerbang istana yang memanjang, terlihat sangat cantik terletak di belakang pohon beringin
Perjalanan di mulai dari pintu gerbang utama yang bernama Gerbang Paduraksa (Khas Bugis kata pemandunya) dengan bagian atasnya yang tersambung, tampak masih bisa dilihat secara utuh. Ada juga deretan candi bentar khas banten yang merupakan gerbang bersayap.
Sebelah kiri Gerbang Paduraksa, ada Bangsal utama yang sering di gunakan untuk kegiatan apa saja, ada panti tempat Imam Shalat juga di sana, di duga bangsal ini juga sering digunakan untuk shalat berjamaah.
Agak menjorok ke belakang, ada satu ruangan yang masih nampak sisa-sisanya yaitu ruangan yang di duga merupakan kamar pribadi Ratu Aisyah. Ruang yang lebih rendah ini diduga digunakan sebagai pendingin ruangan dengan cara mengalirkan air di dalamnya dan pada bagian atas baru diberi balok kayu sebagai dasar dari lantai ruangan. Bekas penyangga papan masih terlihat jelas menempel pada dinding ruangan ini. Kedalaman ruangan pendingin air ini sekitar 2 meter.
Arsitektur Keraton Kaibon ini memang sungguh unik karena sekeliling keraton sesungguhnya adalah saluran air. Artinya bahwa keraton ini benar-benar dibangun seolah-olah di atas air. Semua jalan masuk dari depan maupun belakang ternyata memang benar-benar harus melalui jalan air. Dan meskipun keraton ini memang didesain sebagai tempat tinggal Ibunda raja, tampak bahwa ciri-ciri bangunan keislamannya tetap ada; karena ternyata bangunan inti keraton ini adalah sebuah mesjid dengan pilar-pilar tinggi yang sangat megah dan anggun. Dan kalau mau ditarik dan ditelusuri jalur air ini memang menghubungkan laut, sehingga dapat dibayangkan betapa indahnya tata alur jalan menuju keraton ini pada waktu itu.
Mengunjungi sisa-sisa keraton Kaibon ini, saya membayangkan betapa Banten sebetulnya sebuah kerajaan yang cukup besar pada masanya. iseng-iseng saya bertanya ke pemandu wisata, Ibu Ratu Atut yang sekarang jadi Gubernur Banten itu keturunan Ratu Aisyiah kah ? Pak Pemandu dengan tersenyum menjawab, mungkin juga masih keturunannya entah yang ke berapa puluh.
wah ada yg warna ungu ya kaos PTDnya
ReplyDeletePengen yaa.a.. samaaa..tp belom di launching Nan, sabar menanti :-)
ReplyDeleteah tanay adep ah.
ReplyDeleteWaktu itu nani jg pernah liat warna putih & ijo gonjreng :D
emang ga jauh dari tol.. ku dah kesini..
ReplyDeletemigrab gitu?
ReplyDeleteIya ya.. gak jauh ya Mbak Tintin
ReplyDeleteIya betul
ReplyDeleteIjo Gonjreng iiih.. aku malah mending yg ungu hihi
ReplyDeleteAsik yaaa, kalo anak2 dah gede mau nih ikutan
ReplyDeleteIya Da... kalo anak2 masih kecil ikut PTD yg dalem kota aja dulu..
ReplyDeletetau aja ada tempat seperti ini ya Mbak Icho...boleh nih jalan2nya Mbak Icho jadi referensi..makasih Mbak :)
ReplyDeletekayaknya kalo malem2 disini serem ya Mbak hihihihi
ReplyDeletesayang banget ya keraton-nya kenapa hancur gini ya Mbak? akibat penjajahan belanda-kah?
ReplyDeletekan aku gak jalan2 sendiri, tapi kut rombongan Sahabat Museum..
ReplyDeleteiih..serasa Uka-uka deh Kris :-)
ReplyDeleteNih.. iya sayang deh, ini nih jawabannya ada di tulisan di atas, copy paste hehehe
ReplyDelete--Istana Kaibon dihancurkan oleh Belanda pada tahun 1832, bersamaan dengan istana Surosowan. Ketika itu Du Puy, utusan Gubernur Jenderal Daendels meminta kepada Sultan Syarifudin untuk meneruskan pembangunan jalan raya Anyer – Panarukan dan pelabuhan armada pasukan Belanda di Labuhan.Namun, Syafiuddin dengan tegas menolak. Dia bahkan memancung kepala Du Puy dan menyerahkannya kembali kepada Daen Dels yang kemudian marah besar dan menghancurkan Keraton Kaibon