Siapa yang tinggal di Depok ? sudah banyak tahu sejarah tentang Depok ? Sudah tahu Depok pernah punya Presiden ?. Saya belum tahu, Dua kali kesempatan jalan-jalan ke Depok bersama sahabat museum saya kebetulan tidak bisa ikut. Padahal saya penasaran dan ingin sekali menyaksikan dari dekat tempat-tempat bersejarah di Depok. Melihat ada buku ini di Gramedia tahun lalu, saya langsung tertarik, membayangkan dibuku ini saya bisa lebih mengenal sejarah Depok sebelum saya bisa berkunjung ke sana kelak.
Ini dia bukunya. Judulnya Gedoran Depok, pengarangnya Wenri Wanhar.
Buku setebal 234 halaman ini terdiri dari tiga babak. Babak pertama berisi tentang Depok sebagai Daerah Istimewa di Era Hindia Belanda. Babak kedua berisi tentang tentang situasi di Depok paska proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sedangkan babak ketiga berisi tentang Depok yang menjadi basis kekuatan perlawanan kaum kolonial.
Depok di Masa pendudukan VOC (1602-1811)
24 Januari 1674 Cornelis Chastelein yang lahir 10 Agustus 1657 berlayar selama 223 hari dari Belanda ke Oos Indie ( Indonesia). Cornelis bekerja sebagai Book Houder VOC dan termasuk orang VOC generasi awal. Tahun 1693 Cornelis mengundurkan diri dari VOC kemudian membeli beberapa bidang tanah, di Senen, Bungur, Kwitang , Kwini dan sekitarnya. Bahkan Cornelis juga membangun kebun binatang pertama di Oost Indie di daerah Cikini. 15 Oktober 1695 Cornelis makin memperluas tanahnya, dia membeli tanah-tanah di daerah Sringsing ( Lenteng Agung skrng) dan terus diperluas sampai wilayah Depok. Untuk menggarap tanah diwilayah Depok maka Cornelis membeli budak-budak dari Sulawesi, Kalimantan, Bali dan Timor.
Tahun 1696 Cornelis menjanjikan tanah kepada seluruh budaknya dan membebaskan dari perbudakan apabila bersedia memeluk agama yang dianutnya. Dari 150 orang budak, 120 rang bersedia. Dan Kemudian Cornelis membagi budak-budak itu dalam 12 Marga. 28 Juni 1714 Cornelis wafat dan meninggalkan surat wasiat berisi pembagian harta warisan kepada 12 marga yang pernah menjadi pekerjanya.
Depok di Era Hindia Belanda (1816-1942)
Para mantan pekerja Cornelis yang beranak pinak inilah yang sering disebut Belanda Depok, karena pemukiman yang menyerupai kota kecil di Eropa, gaya hidupnya juga serupa dengan orang Eropa, baik soal makanan, pendidikan dan pergaulannya. Kendati berjulukan Belanda Depok namun paras mereka bukan berparas bule karena mereka keturunan dari mantan budak Cornelis. Para mantan budak ini juga membentuk tatanan dan pemerintahan sendiri di Depok. Tatanan pemerintaahan Depok pada masa itu di susun oleh Advokat Belanda dengan pengaturan bercorak republik dengan presiden pertamanya G. Jonathans dan MF Jonathans sebagai sekretarisnya. Presiden dipilih berdasarkan pemungutan suara terbanyak setiap 3 tahun sekali. Istana Presiden Depok berdiri kokoh sampai sekarang yaitu rumah tua di Jl Pemuda No. 11 Kel Depok Kec. Pancoran Mas. Presiden dibantu sekretaris, komisaris dan tukang kontrol yang akan memberikan laporan kepada presiden bila ada masalah di wilayah Depok. Sistem Pembagian hasil tani dan pajak juga diatur oleh Presiden Depok.
Peristiwa Gedoran Depok, Tole Iskandar & Margonda
5 Maret 1942 Batavia diumumkan sebagai kota terbuka oleh pihak Belanda, artinya kota ini tidak akan dipertahankan oleh Belanda. Maka tentara Jepang langsung menduduki Buitenzorg (Bogor). Akibatnya kekuasaan Presiden Depok juga sudah tidak ada lagi, seluruh pajak hasil bumi diambil oleh Jepang. Depok relatif aman pada masa kekuasaan Jepang namun kemudian bergejolak setelah 17 Agustus 1945. Dimana-mana muncul pemberontakan dan pembelotan anggota PETA termasuk juga di Depok mereka membentuk AMRI ( Angkatan Muda Rep Indonesia) dibawah kepemimpinan Margonda , Laskar21 dibawah pimpinan Tole Iskandar,Pertahanan Daerah dibawah pimpinan Nisin Manyir dan Sengkud dan sebagianya.
7 Okotober 1945, terjadi kericuhan di Depok, Penduduk setempat memboikot orng Eropa termasuk orang yang dinilai menjadi kaki tangan Belanda. Mereka menghalangi orang Eropa membeli kebtuhan sehari-hari. Besoknya, segerombolan yang ebrsenjata bambu runcing mermpok lima keluarga kaki tangan Belanda dan menjarah semua barang kekayaannya. Besoknya lagi gudang koperasi tempat penyimpanan bahan pangan dijarah sekelompok gelandangan. Polisi pemerintah RI yang mengetahui peristiwa itu tak melakukan tindakan apa-apa selain berdiri menontonnya. Besoknya lagi tgl 11 Oktober 1945, sekitar 4000 orang datang ke Depok. Gerombolan itu bebas merampok dan mengobrak-abrik rumah-rumah dan mengusir penghuninya terutama penduduk Kristen Eropa. Para korban sulit mencari perlindungan karena lari ke hutanpun keselamatan mereka tak terjamin karena di hutan juga banyak perampok yang mengambil harta benda mereka. Opa Yoti salah satu saksi sejarah yang masih hidup mengatakan "kejadiannya ada sedikit kemiripan dengan peristiwa kerusuhan 1998, dimana banyak toko-toko bertuliskan MILIK PRIBUMI, waktu gedoran Depok meletus, beberapa orang Depok ada yang mengamankan diri di rumah jongosnya atau berlindung di rumah orang-orang kampung di luar Depok" .
Salah satu dari beberapa kelompok yang meyerang pemukiman Belanda pada peristiwa Gedoran Depok itu adalah Laskar21 pimpinan Tole Iskandar. 16 November 1945, para pemuda termasuk Margonda salah satunya yang melakukan serangan kilat untuk merebut kembali Depok dari tangan NICA , serangan ini kelabakan banyak korban dari pihak NICA berjatuhan karena tidak paham medan.
Lalu,kapan dan bagaimana Tole Iskandar dan Margonda gugur ? bagaimana keadaan eks laskar rakyat setelah Margoda dan Tole Iskandar gugur ? Beli aja deh bukunya, di buku ini diceritakan lebih detil lagi tentang Tole Iskandar, Margonda dan pejuang Depok lainnya yang namanya diabadikan menjadi beberapa nama jalan di Depok, bagaimana sepak terjang anggota gerombolan bambu runcing, apa penyebab terjadi perselisihan antar esk anggota laskar, mengapa ada perebutan wanita idaman dan banyak cerita menarik yang tak saya ceritakan di sini termasuk mengapa ada orang Depok tak suka disebut Belanda Depok.
Penulisan buku ini juga menarik karena banyak wawancara langsung dengan saksi sejarah gedoran depok ,anak presiden terakhir Depok, juga mantan anggota laskar, jadi dari obrolan saksi peristiwa bisa kita bayangkan kejadiannya. Beberapa dokumentasi foto maupun dokumen-dukumen berbahasa belanda yang sudah diterjemahkan juga membuat isi buku ini lebih detil dan mempermudah membayangkan kondisi masa lalu dan sekarang.
Yang pasti setelah baca buku saya ini dan melihat satu lembar poster selipan di dalam buku ini saya bergumam
" ternyata Margonda itu beda tipislah gantengnya dari Daan Mogot lho.. "
Saya inget pertengahan tahun '60-an Belanda Depok itu banyak yang lari ke Bogor dulu sebelum akhirnya berangkat pindahan ke Belanda, termasuk salah seorang yang bawa kerabat mantan suami saya dijadikan istrinya. Sampai sekarang mereka bahagia di Amsterdam sana.
ReplyDeletebeli dimana teh, nemu aje ni buku :D
ReplyDeleteaye aje yg ikutan PTDnye ga apal ni ceritanye
Bunda Julie sudah tinggal di Bogor tahun segitu ? Iya di buku ini memang diceritakan banyak Belanda Depok yang lari ke Bogor, ada juga yg di tahan di penjara Bogor. Setelah masa itu lewat ya ada yg kembali ke Belanda dan ada juga yang kembali ke Depok, dengan kondisi rumahnya sudah berantakan..
ReplyDeleteGramed Nan, iye..ane pas liat buku ini langsung tertarik krn itu gak bisa ikutan PTDnya, kapan2 kalo ada lagi PTD ke Depok ikutan deh ah
ReplyDeletetau donk... *sebagai penghuni depok hihihi*
ReplyDeletebeberapa bulan lalu malah habis keliling lagi ke tempat2 bersejarahnya, ambil foto terbaru hihihi
ReplyDeleteBaguuusss.. orang Depok sejati :-)
ReplyDeleteYaaaa.. gak ngajak2 hiks. kalo mau keliling foto2 lagi aku ikutan dooong, atau ada gak orang Depok yang mau nemenin keliling2 ?
ReplyDeleteLha saya memang penduduk asli di sini, mereka itu yang pendatang, dari belah "elor", kalo orang di daerah saya bilangnya begitu hihihihi........... Mereka bukan kembali ke Belanda, melainkan lari ke Belanda tepatnya begitu karena aslinya mereka pribumi di Depok yang diperlakukan seperti warga Belanda, makanya jadi disebut Belanda Depok.
ReplyDeleteIya betul banyak juga yang masih tinggal di Indonesia, termasuk teman saya dari marga Isach dan Bacas serta Zijmmers. Sebagian keluarga kerabat mertua saya yang marganya Soedira juga tinggal di sini kok, walau sebagian terbesar milih tinggal di Belanda.
Oh hihi asli sini tho, saya kira malah pendatang dr Jateng sprt keluarga suami saya yg pendatang di tanah pasundan :-)
ReplyDeleteYup.. iya bukan kembali tapi lari ya, krn mereka aslinya bukan orng Belanda, tp eks budak belanda. hihi iya bun 12 marga yg ada di buku itu saya malah gak hafal Bunda Julie lbh hafal.
Mungkin kapan2 Bunda Julie mesti nulis nih cerita tentang kerabat mertua Bunda Julie, itung2 cerita sejarah deh Bun ya
nani juga nyangkain gitu :D
ReplyDeletekrn bunda bahasa Jawanye faseh bener
Tuh kaaan.. mari kita tunggu konfirmasi Bunda Julie, sukur2 dibikinin postingan khusus cerita sejarah Bunda Julie dan Bogor :-)
ReplyDeleteayoooo aku temeninnnnn
ReplyDeletewah hebat ada presidennya segala, ternyata Depok bukan daerah sembarangan.
ReplyDeletepernah tau dr acara TV soal presiden depok & belanda depok itu. Tapi jelas ceritanya tidak sedetail di buku itu pastinya ya.Cuma sepintas aja...
ReplyDeleteNemu aja Teh bukunya :)
ganteng juga ya
ReplyDeletemasih kepanjangan hihihi..
ReplyDeletedi margo city ada tiang yang cerita soal sejarah depok loh.. ntar ku cari fotonya..
ReplyDeletebuku ini ada ngedeprok tapi blom berniat ku baca deh..
Setuju dengan babe, ini masih terlalu panjang Cho...wakakakakakak
ReplyDeleteJadi penasaran sama depok yg sekarang.....ke depok pernah itu juga krn diundang temen tapi dah jaman bahela...
ReplyDeleteSaya asli sini, tapi orang tua saya termasuk kakak-kakak saya pendatang dari Jawa Tengah juga seperti keluarga suami bu Icho. Saya duga keluarga suami bu Icho kalau bukan orang Klaten pasti orang Magelang, salah nggak nih?
ReplyDeleteooooow pengertian aslinya begitu to bunda, sama kalo gt sm saiiiah van mester :D
ReplyDeleteNah iya, asli 'kan?! Empat keponakan saya juga asli van Meester, tepatnya di Pisangan, pasnya di Bonserbar. Deket nggak sama uni punya kampung?
ReplyDeletesebrang2an :D
ReplyDeleteaaah kasian bumi bawa2 perut nanti capek, tunggu Tije udah lahiran aja deh :-)
ReplyDeleteAku jg baru tau Wan, iya depok bukan daerah sembarangan memang, Depok tempat tinggalnya presiden lho.. itu tuh bu pres MP :-)
ReplyDeleteAku malah blm pernah liat acara TVnya Dy hihi, ini nih, kebiasaan kalo ke gramed ke pojok2 buku sejarah atau tokoh sejarah, jadi nemu deh :-)
ReplyDeletemeluncuuuurrrr
ReplyDeletekaaan...etapi keliatan ya muka betawinya :-)
ReplyDeletehihi iya Mbak..
ReplyDeleteOh ya.. duh pdhal sabtu kemaren si babe pas ke sana tuh, kan Margo City skrng jadi salah satu clientnya juga. Jadi penasaran juga, Mbak Tintin nanti share fotonya ya..
ReplyDeletewkwkwk.. masih ada buku lain yg ngedoprak mbak ? mending kirim ke aku deh :-)
Iya Ed... daku menyadarinya pula setelah di kritik, untungnya di kasih kisi2 sama si babe :-)
ReplyDeleteAku etrakhir ke Depok sekitar 5 tahn lalu pas anak temen kerja lahir, anak itu skrng sdh di TK hahaha
ReplyDeleteOh..ya sama dng suami saya dong ya, asli sukabumi, cuma ortunya yg dari Jateng. Bukan bun, ibu suami saya dari Kemetiran Jogja, bapak suami saya dari Semarang.
ReplyDeleteSipp Bun, iya mungkin sejarah Bogor masa lalunya mah terlalu jauh, nuhun bun, diliat-liat dulu gak papa dr bab belakang, nanti saya bookmark dulu
ReplyDeleteBiasanya orang Katholik yang taat adanya di Magelang dan Klaten sih. *sok_tau_mode_on*
ReplyDeletehihi, Gak Katolik asli juga Bun hehehe, Eyangnya suami saya mah muslim
ReplyDelete